Baba dan Nona Tionghoa di Flores

blogger templates
Bupati Lembata (NTT) Baba Yance  bersama istri dan anak.

Di kampung halaman saya, Flores Timur, Lembata, Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, orang Tionghoa cukup banyak. Bahkan, saat ini Bupati Lembata dijabat Yance Sunur, warga keturunan Tionghoa alias baba. No problem! Orang Lembata sejak dulu sudah biasa bergaul dengan Tionghoa dan sebaliknya.

Berbeda dengan di Jawa, semua orang Tionghoa di Flores dipanggil BABA (laki-laki) dan NONA (wanita). Baik yang masih anak-anak, gadis, atau nenek-nenek tetap disapa NONA. Istilah NYONYA tidak dikenal di kampung saya.

Sewaktu masih kecil di Lembata ada lagu daerah terkenal berjudul NONA MEI TAN ALEN BLARA: Nona Mei Tan Sakit Pinggang. Nona Metan ini istri pengusaha sukses di Lewoleba, kota kabupaten. Lagunya lucu dan asyik!

Baba Kok Sin dulu pemilik satu-satunya hotel di Lembata. Baba Koling punya toko besar dan pabrik es. Baba Kok Sin pemilik kapal penumpang yang disebut bis laut. Baba Ici juragan terang bulan di Larantuka.

Singkatnya, semua laki-laki keturunan Tionghoa disapa baba. Istri dan anak perempuannya nona. Mengapa dipanggil baba dan nona? Yah, dari zaman dulu sudah begitu. Tapi kenapa? Orang NTT biasanya tak bisa jawab.

Saya sendiri pun baru tahu asal-usul baba atau babah setelah hijrah ke Jawa Timur. Itu pun setelah membaca buku-buku tentang Tionghoa.

Awalnya saya heran karena saya tak pernah dengan warga Jatim memanggil orang Tionghoa dengan kata sandang BABA. Kok beda dengan di Flores? Bukankah sama-sama Tionghoa? Begitu saya membatin.

Akhirnya, setelah bertahun-tahun tinggal di Malang, Jember, Surabaya, dan Sidoarjo, saya memang melihat baba-nona di Flores memang agak beda dengan orang Tionghoa di Jawa. Bahkan perbedaan itu cukup banyak.

Yang paling menonjol, baba-nona Tionghoa di Flores ini sudah sangat membaur, bahkan sudah kawin-mawin dengan penduduk setempat yang disebut etnis Lamaholot. Mereka sering datang ke desa-desa mencari hasil bumi, bermalam di rumah orang kampung, makan bersama, cerita panjang lebar tentang apa saja.

Tak ada sekolah 'eksklusif' untuk Tionghoa, atau yang sebagian besar muridnya Tionghoa. Anak-anak baba-nona ya sekolah bersama anak-anak kampung seperti saya. Di Surabaya, Malang, atau Jember sekolah-sekolah Katolik, yang idealnya universal, ternyata sudah identik dengan sekolah khusus anak-anak Tionghoa. Sangat jarang anak-anak Tionghoa di Jatim yang sekolah di sekolah negeri atau sekolah umum.

Karena itulah, ketika Yance Sunur maju sebagai calon bupati Lembata, warga setempat fine-fine saja. No problem! Dan akhirnya Baba Yance sekarang menjadi kepala daerah di kampung saya.

0 Response to "Baba dan Nona Tionghoa di Flores"

Posting Komentar