Mimpi bahasa Indonesia jadi bahasa Asean

blogger templates


Bulan Oktober itu bulan bahasa. Tapi sejak reformasi tidak ada gerakan yang masih untuk membuat orang Indonesia bangga akan bahasa nasionalnya. Bahasa Indonesia justru makin terpuruk.

Virus nginggris, yang diperlihatkan Vicky Prasetyo, sudah jadi makanan sehari-hari. Vicky tidak sendiri. Di televisi kita bisa dengan mudah menemukan Vicky-Vicky lain yang tak kalah nginggris. Sok ber-english ria meskipun kita punya banyak kata atau istilah Indonesia.

Saat ini di televisi saya sedang melihat iklan yang bahasanya gado-gado nginggris. Si penulis terkenal, yang setiap hari bergulat dengan kata-kata Indonesia bicara begini:

"I NEED A GADGET YANG BISA MAKE ME HAPPIER."

Kalau yang bicara orang macam Vicky, yang cuma cari sensasi atau berlagak intelektual, kita masih bis mengerti. Tapi ini yang bicara penulis novel populer berbahasa Indonesia. Bicara untuk stasiun televisi di Indonesia dan untuk pemirsa Indonesia.

Bahasanya kok nginggris sontoloyo begitu? Oh, Vickynisasi memang virus laten yang sudah begitu lama merasuk di benak sebagian orang Indonesia kelas menengah-atas yang ingin terlihat kosmopolit. Makin nginggris makin hebatlah dia.

Bukankah kata-kata bahasa Inggris sederhana itu bisa diganti bahasa Indonesia? Mengapa harus gado-gado begitu. Kata gadget mungkin masih sulit diterjemahkan, bisa dipakai sebagaimana aslinya. Tapi kata-kata yang lain?

Karena itu, ketika membaca Kompas kemarin (30/10/2013) yang memuat pernyataan beberapa peneliti bahasa yang ingin menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Asia Tenggara (Asean), saya hanya tertawa pahit. Rupanya ahli-ahli bahasa kita tidak sadar bahwa masyarakat Indonesia hari ini sangat gandrung bernginggris ria. Tidak suka berbahasa Indonesia secara sederhana.

Saya lebih suka melihat orang Indonesia yang fasih berbahasa Inggris, Mandarin, Jepang, Arab, Spanyol, dan sebagainya. Tapi bicaralah dengan baik dalam bahasa asing itu secara penuh. Jangan tanggung! Bahasa Indonesia separuh atau sepertiga, sisanya Inggris.

Sudah lama orang asing terheran-heran dengan virus nginggris yang menjangkiti sebagian orang Indonesia. Termasuk intelektual muda, penulis, artis, atau pesohor yang kemampuan bahasa Inggrisnya sebetulnya juga tidak begitu bagus. Kok bahasa Indonesia kok oplosan gitu?

Salah satu pakar asing yang prihatin dengan fenomena nginggris adalah Prof Dr Josef Glinka SVD. Pastor senior asal Polandia ini selain profesor antropologi di Universitas Airlangga, juga fasih berbicara dan menulis dalam banyak bahasa alias poliglot.

Tapi coba Anda berbicara dengan Prof Glinka? Saya tak pernah mendengar kata-kata Inggris mentahan keluar dari mulut sang profesor. Beliau selalu menggunakan kata-kata Indonesia apa adanya. Begitu pula buku-buku karya Prof Glinka, meskipun sangat ilmiah, selalu menggunakan kata-kata Indonesia yang gampang dipahami.

Karena sudah lama mengenal Prof Glinka, saya sendiri malu kalau berbicara atau menulis dengan kata-kata Inggris mentahan (maksudnya yang belum diserap). Sedapat mungkin memakai kata-kata Indonesia.
Melihat derasnya arus nginggris di Indonesia, sebaiknya jangan mimpi menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Asean. Tertibkan dulu deh bahasa Indonesia di dalam negara sendiri. Kalau sudah menyangkut antarbangsa, sebaiknya pakai saja bahasa Inggris. Bahasa internasional yang sudah jelas dipelajari di seluruh dunia.

Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network

0 Response to "Mimpi bahasa Indonesia jadi bahasa Asean"

Posting Komentar