Di alinea awal guru besar FE Universitas Indonesia ini membagi Indonesia timur dalam 5 perspektif.
1. NTT yang masih tertinggal, namun kaya alam dan budaya.
2. Papua yang menakjubkan.
3. Sulawesi yang subur.
4. Maluku yang bernyanyi.
5. Kaltim yang rendah hati.
Cukup! Dari lima perspektif Rhenald Kasali ini hanya NTT yang masih tertinggal. Sesuatu yang sudah kita ketahui bersama. Tapi Maluku yang bernyanyi dan Kaltim yang rendah hati?
Yah, kolumnis atau pengamat macam Rhenald memang bebas saja, suka-suka, beropini. Termasuk membuat perpektif gado-gado. NTT dilihat dari segi ekonomi, pembangunan, IPM, sementara Maluku yang dilihat hobinya. Kaltim dinilai wataknya yang rendah hati.
Menghadapi kolom seperti ini, kita orang NTT hanya bisa bilang terima kasih. Kolom ini ibarat cemin bagi kita untuk berkaca. Apalagi cermin itu datangnya dari seorang Rhenal Kasali, orang pintar di Jakarta yang kalau masuk angin minum jamu Tolak Angin.
NTT masih tertinggal. Nomor 1 dari bawah dibandingkan 33 provinsi lain di Indonesia. So, what gitu lho?
Meski tidak membahas NTT, di kolom mingguannya ini Rhenald mengupas kelebihan Gubernur Awang. Sekaligus bisa dibaca secara tersirat pemimpin-pemimpin lain di Indonesia timur yang daerahnya belum maju alias masih tertinggal.
1. Kepala daerah yang terpilih dalam pemilukada merangkul lawan politiknya. Tidak ada dendam dan saling mengunci.
2. Gubernur ibarat dirigen orkestra yang mengarahkan para bupati meski gubernur-bupati tak punya hubungan hierarkis atasan-bawahan. Bisa ngemong seperti Gubernur Soekarwo di Jawa Timur.
3. Gubernur Awang membangun proyek jangka panjang. Tidak getol bikin proyek jangka pendek untuk menaikkan popularitas.
4. Membangun kluster-kluster baru berbasis industri olahan serta pariwisata.
5. Bangun infrastuktur jalan raya, bandara, pelabuhan, dsb.
6. Anak-anak muda disekolahkan hingga ke perguruan tinggi oleh pemprov. Merekalah yang akan menjadi motor utama pembangunan dalam 10 atau 20 tahun ke depan.
Oh, ya, Rhenald Kasali rupanya belum tahu kalau pemimpin-pemimpin di NTT lebih suka blusukan ke Jawa, khususnya Jakarta dan Surabaya. Beda dengan Gubernur Jokowi yang suka blusukan ke kampung-kampung.
Karena itu, dulu, di era Orde Baru, kami, anak-anak kampung di pelosok Flores Timur hanya menghafal nama-nama bupati (Monteiro, Markus Weking, Soliwoa, Iskandar Munthe dll) tapi tidak pernah melihat langsung wajah bupati. Karena bupatinya cuma ngantor di Larantuka, tak pernah blusukan ke desa-desa di Ile Ape. Termasuk bupati yang asli Ile Ape.
Hehehe....
Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network
0 Response to "NTT menurut Rhenald Kasali"
Posting Komentar