Alex Tan Bapak Gereja Bethany

blogger templates



Kesuksesan Pendeta ABRAHAM ALEX TANUSEPUTRA  alias ALEX TAN alias TAN LIAT GWAN dalam merintis Gereja Bethany Indonesia dari titik nol menjadi salah satu gereja terbesar di Asia Tenggara tak lepas dari kontribusi YENNY OENTARI. Menurut Alex, Yenny adalah istri yang selalu siap mendampingi dirinya dalam menghadapi segala situasi.

Oleh LAMBERTUS HUREK


"Tahu kalau suaminya akan memenuhi nazarnya untuk melayani Tuhan secara full time, Yenny memutuskan untuk mendukungnya," tutur Pendeta Abraham Alex Tanuseputra  (72 tahun).

Pada 1965, Alex memulai pelayananan di penjara. Rupanya, Alex yang waktu itu masih sangat muda, 24 tahun, mewarisi kebiasaan mamanya, Lena Tan, yang suka melayani sesama. Maka, Alex, yang didukung penuh sang istri, Yenny, mulai menjual satu per satu harta bendanya untuk mendirikan beberapa gereja kecil di Mojokerto dan sekitarnya. Mobil pribadi dijual, tabungan dikuras untuk merintis misi penginjilannya.

Kalau biasanya ke mana-mana Alex mengendarai mobil sendiri, kini diganti sepeda motor. Sepeda motor pun kemudian dijual, diganti sepeda pancal. Dana itu dipakai untuk membuka pos PI (Pekabaran Injil) di 14 desa antara lain di Puri, Randuagung, Gempolkerep, Pohjejer, Cakarayam, Banjar, Watesrejo, dan Dlanggu. Alex pun harus naik sepeda pancal untuk mendatangi 14 pos di kawasan Mojokerto tersebut.

"Kalau jalannya terkena lumpur tebal, maka sepedanya saya gendong sambil terus berjalan," kenangnya. Meski kondisi medan sangat berat, Alex mengaku tetap bersukacita merintis kariernya sebagai penginjil alias evangelis.

"Beliau seorang istri yang punya keteguhan hati," papar Alex. Dan, itulah yang membuat Alex semakin yakin dengan keputusan dan panggilan hidupnya.

Kesangsian Yenny terhadap Alex tentang perkataan sejumlah pendeta yang menubuatkan Alex bakal menjadi seorang pendeta besar perlahan-lahan sirna. "Bagaimana mungkin seorang seperti kamu mau melayani Tuhan? Wong sifatmu seperti itu?" begitu kata-kata yang sempat diucapkan Yenny ketika Alex Tan, suaminya, ingin menjadi hamba Tuhan.

Dulu, menurut Yenny, jika saya menyediakan makanan yang tidak sesuai dengan selera Alex, makanan itu akan dibuang. Taplak meja makan ditarik, sehingga semua makanan terbuang ke lantai," kenang Yenny.

Banyak orang di Mojokerto, yang mengenal Alex Tan, terheran-heran melihat perubahan drastis yang diperlihatkan Alex. Dari seorang yang dulu punya sembilan mobil, kini hanya tinggal satu sepeda pancal. Dari orang yang jauh dari Tuhan, tiba-tiba merintis 14 pos PI dan menjual harta bendanya untuk membiayai pelayanan rohaninya. Bahkan, paman-paman Alex pun tidak percaya kalau Alex benar-benar menjadi seorang hamba Tuhan (pendeta, Red).

Namun, sang mama, Lena Tan, tidak ragu dengan pertobatan Alex. Begitu tahu anaknya bertobat, Lena memberikan dukungan moral dan material untuk keberhasilan putranya.

Alex kemudian membangun gereja pertamanya di Jl Letkol Sumardjo, Mojokerto. Dia bahkan turun langsung sebagai mandor dan kepala tukang. Bangunan berkapasitas 250 orang itu pun akhirnya kelar. Selain berkhotbah dan memberikan pengajaran Alkitab, Alex bermain musik akordeon dalam band rohani.

Pada 1965, setelah peristiwa G30S/PKI, Alex merasa terpanggil untuk mendampingi orang-orang yang ia sebut 'kehilangan harapan'. Alex akhirnya mendapat surat izin khusus untuk melayani para tahanan politik di penjara. Maklum, pada masa yang genting itu tidak semua rohaniwan bisa masuk dan melakukan pelayanan rohani di dalam penjara atau rumah tahanan. Harus ada izin khusus.

Perjuangan Alex mula berbuah. Gereja yang baru dibangunnya di Jl Letkol Sumardjo, Mojokerto, itu pun makin berkembang. Banyak eks napol dan tapol yang menjadi jemaatnya. "Sampai-sampai ada orang yang menamai gereja itu dengan sebutan Gereja Penjara. Sebab, jemaat yang beribadah di situ banyak yang alumni penjara," katanya.





Abraham Alex Tanuseputra kemudian dipanggil untuk melanjutkan pelayanan di Surabaya pada 1977. Sebab, beberapa pendeta senior seperti Pendeta Gersom Sutopo melihat pendeta yang satu ini punya potensi dan energi yang sangat besar. Akan lebih efektif kalau Alex ditugaskan di Kota Surabaya.


Di Surabaya, Alex bersama istri (Yenny) dan tiga anaknya ditempatkan di sebuah kamar oleh Om Tyos, seorang pendeta, di Ngagel Jaya Selatan II. Enam orang harus hidup berdesakkan dalam satu kamar. Mereka hidup sangat sederhana dalam keterbatasan. Syukurlah, Yenny sangat kreatif mencari tambahan penghasilan untuk kebutuhan keluarga mereka.

Yenny bersama Asti (anak sulung) mencari kulit telur dari toko roti di kawasan Ngagel dan sekitarnya. Setelah dibersihkan dan dikeringkan, kulit telur itu dihaluskan untuk membuat bedak jerawat. Yenny juga mencari daun talas untuk dijadikan buntil yang diberi parutan kelapa muda dan bumbu. Panganan ini dititipkan di beberapa toko. Usaha kreatif Yenny ini ternyata cukup laris.

Sementara itu, selain menjadi pendeta, Alex nyambi sebagai sopir angkot jurusan Surabaya-Mojokerto, bahkan sampai Madiun. Kerja keras Alex, Yenny, dan anak-anaknya ini akhirnya bisa membuat dapur terus mengepul. "Masa-masa sulit itu kami jalani selama tujuh tahun," tutur Alex.

Roda nasib mulai berubah ketika alex dipanggil papamn-pamannya ke Mojokerto. Dia diminta membantu menjual rumah peninggalan Tan Tong Oen, yang tak lain kakek Alex. Paman-paman Alex meminta agar harga jual seluruh sertifikat Rp 170 juta. Namun, jika bisa menjual di atas harga itu, maka Alex berhak ambil semua keuntungan. Bahkan, Alex berhak menerima komisi 10 persen dari hasil penjualan.

Rupanya, Tuhan memberikan rezeki buat Alex Tan. Dia berhasil menjual rumah sang kakek dengan harga Rp 225 juta. Artinya, Alex berhak mendapat Rp 77,5 juta, nominal yang sangat tinggi pada masa itu.

Alex dan Yenny sempat berdebat keras, mau dibelikan apa uang sebanyak itu. Yenny ingin membeli perhiasan, sementara Alex ingin membeli mobil. Karena tak ada titik temu, mereka berdoa memohon tuntunan dari Tuhan. Akhirnya, Alex-Yenny sepakat membeli tanah untuk membangun gereja sebagaimana visi dan misi pelayanan mereka sejak dari Mojokerto.

Maka, siklus yang sama berulang kembali. Harta hasil penjualan rumah warisan sang kakek itu dihabiskan untuk membeli rumah di Jl Manyar Sindaru II/16 (sekarang Manyar Rejo). Di sinilah Alex mulai membuka gereja baru dengan jemaat tujuh orang. Karena jemaat bertambah, Alex pindah ke tempat yang lebih besar di Manyar Sindaru I/29 Surabaya.

Singkat cerita, pada 1987, sebuah gedung gereja di Manyar Rejo II/36-38 selesai dibangun. Pada saat itu, jemaat yang digembalakan Alex telah mencapai 2.000 jiwa dari tujuh orang pada 1977. Pada 1987 itulah Pendeta Alex Abraham Tanuseputra mengibarkan bendera GBI Bethany dengan slogan Successful Bethany Families.

Dalam otobiografinya, The Sower, Alex menyebutkan, selama 10 tahun (1990-2000) telah berdiri lebih dari seribu Gereja Bethany di Indonesia dan mancanegara. Dan, karena Gereja Bethany Manyar, yang berkapasitas 3.000 orang tak lagi memadai, maka dibangunlah Graha Bethany di Nginden yang berkapasitas 25 ribu tempat duduk.

Gedung yang selesai dibangun pada tahun 2000 ini bahkan disebut-sebut sebagai gedung gereja terbesar di Asia Tenggara. (*)






Nazar setelah Menabrak Bocah

Suatu hari di tahun 1965. Tan Liat Gwan alias Alex Tan bersama adiknya, Tan Liat Boen, bersama seorang teknisi mengendarai mobil mini Cooper. Tiba di Brangkal, Mojokerto, terjadi gangguan mesin. Mereka bertiga kemudian berusaha mencari tahu sumber kerusakan itu, sementara mobil masih terus bergerak. Tanpa mereka sadari, seorang bocah yang sedang bermain layang-layang tertabrak.

Anak itu terjerembab. Naik ke kap mesin hingga tiga kali. Sang bocah kemudian dibawa ke RS Rekso Waluyo di Jl Majapahit, Mojokerto. "Korban langsung ditangani seorang dokter asal Jepang," tutur Pendeta Alex Abraham Tanuseputra.

Sang dokter bilang korban sulit ditolong. Bahkan, Alex dan saudaranya diminta melarikan diri saja. Alex tentu saja ketakutan karena kondisi sosial politik saat itu kurang kondusif. Orang begitu mudah membunuh lawan-lawan politik. Nah, saat kalut itulah, Alex menemui Pendeta Christ da Costa di sebuah gereja kecil dekat rumah sakit. Akhirnya, mereka berdoa sepanjang malam memohon kepada Tuhan agar bocah itu diberi kehidupan.

Alex Tan pun bernazar, "Kalau anak ini sembuh, saya akan melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh!" Esok harinya, bocah itu siuman. Nyawanya bisa diselamatkan. Tak henti-hentinya Alex mengucap syukur kepada Tuhan atas mukjizat itu. Keluarga korban pun bersedia menyelesaikan insiden ini secara kekeluargaan.

Tragedi tabrakan itu akhirnya mengubah jalan hidup Alex Tan. Dia menunaikan nazarnya, meninggalkan bisnisnya, dan mulai serius menjadi hamba Tuhan alias pendeta. Dia berpuasa selama 40 hari sambil membaca dan mendalami Alkitab (Bible). Ada saja gangguan selama berpuasa, tapi bisa dilalui Alex dengan baik. Bahkan, dia mendapat kekuatan baru untuk melakukan pelayanan pelepasan bagi orang yang dikuasai kuasa kegelapan semacam black magic.

"Kalau melayani pelayanan pelepasan, maka semua jimat yang mengikat seseorang harus dibakar terlebih dahulu dalam nama Tuhan Yesus. Ini penting agar kuasa yang ada dalam jimat itu tidak balik menyerang orang itu," katanya.

Sebelumnya, Alex Tan sebetulnya sudah diramal oleh Pendeta Djao Tze Kwan dan Pendeta EB Stube bahwa dirinya bakal menjadi pendeta. Melayani Tuhan sepenuh waktu dan sepenuh hati. "Waktu itu saya tidak tertarik menjadi hamba Tuhan karena, menurut saya, hamba Tuhan itu miskin, tidak punya masa depan," kenangnya.

Ternyata, peristiwa kecelakaan itu mengubah jalan hidup Alex Tan. Dan, nubuatan beberapa pendeta senior itu kemudian terbukti. (rek)


BIODATA SINGKAT

Nama : Abraham Alex Tanuseputra
Nama Tionghoa : Tan Liat Gwan
Lahir : Mojokerto, 1 Juni 1941
Istri : Yenny Oentario (menikah pada 23 Februari 1963)
Anak : Hanna Asti Tanuseputra, David Aswin Tanuseputra, dan Andreas Tanuseputra.

Jabatan di Gereja Bethany
Pendiri (Founding Father)
Gembala Senior (senior Pastor)
Bapak Bethany (The Father of Bethany)
Ketua Dewan Rasuli


Gelar/Penghargaan
Doctor of Philosophy dari International Christian Institute, AS, 1988
Doctor of Divinity dari Lee College, Cleveland, AS, 1995
Profesor dari Trinity Crown International University (TCIU), 2004

Alamat : Jl Nginden Intan Timur I/29 Surabaya
E-mail : info@bethanygraha.org
Website : http://www.bethanygraha.org

0 Response to "Alex Tan Bapak Gereja Bethany "

Posting Komentar