Delay TIGA JAM Bersama Lion Air

blogger templates
Calon penumpang Lion Air ngamuk di ruang tunggu Bandara Juanda, 24 Desember 2012, gara-gara pesawat  telat hingga  tiga jam.
Puji Tuhan, 101 penumpang dan awak pesawat Lion Air selamat dalam kecelakaan di Bali, Sabtu (13/4/2013). Syukurlah, hanya beberapa orang yang cedera ringan. Syukurlah, pilot dan kopilot bisa melakukan pendaratan darurat di laut. Dan para penumpang pun bisa dengan cepat menyelamatkan diri ke darat.

Semoga kecelakaan ini menjadi pelajaran berharga buat Lion Air dan semua maskapai penerbangan di Indonesia. Maskapai yang terus tumbuh, kembang, berbuah karena gurihnya bisnis airline di Indonesia. Bahwa keselamatan dan layanan kepada penumpang harus tetap menjadi komitmen semua penyedia jasa penerbangan.

Lion Air? Siapa yang tak kenal. Baru-baru ini Lion Air yang dipimpin Rusdi Kirana membeli 234 pesawat Airbus senilai Rp 234,24 triliun. Sebelumnya, 18 November 2011, Lion Air juga membeli 230 pesawat dari Boeing senilai USD 21,7 miliar (berapa rupiah itu?). Kita lihat saja berapa pesawat lagi yang akan diborong Lion Air. Bisa jadi semua rute domestik bakal dikuasai Sang Singa Udara berikut anak perusahaannya.

Sayang sekali, kehebatan Lion Air dalam memborong pesawat, katanya sih maskapai paling pesat pertumbuhan di dunia, belum ditunjang kualitas pelayanannya. Yah, kualitas layanan pramugari dan---paling penting--adalah ketepatan waktu. Jangan pernah bicara on time schedule kalau sudah berurusan dengan Lion Air, khususnya rute Surabaya-Kupang (NTT).

Kalau dari Kupang ke Surabaya (Bandara Juanda) sih umumnya selalu on time, khususnya penerbangan pagi buta. Tapi, sebaliknya, Surabaya-Kupang?

Hehehe.... namanya aja Lion! Bayar murah kok minta on time! Lion Air memang dikenal sebagai rajanya penerbangan hemat alias low cost carrier alias budget airlines. "Kita hanya bisa pasrah mau telat ya terserah Lion Air," kata teman-teman asal NTT pelanggan Lion Air.

"Masih untung ada Lion Air yang mau buka rute ke NTT. Kalau kita kritik, apalagi gugat ke pengadilan, lantas Lion Air ngambek, tutup rute ke Kupang, lantas kita mau pulang kampung ke NTT naik apa? Kita harus bersyukur sekarang ini Lion Air konsisten melayani Surabaya-Kupang... meskipun suka delay," begitu komentar orang-orang NTT.

Saya hanya tertawa pahit. Maklum, sudah sering mengalami keterlambatan alias delay Lion Air. Lion Air terlambat berangkat 30-40 menit ke Kupang (Bandara El Tari) itu sudah sangat lazim. Bahkan, sudah dianggap ON TIME alias tepat waktu. Karena itu, kami, perantau NTT di Jawa, sudah biasa siap mental kalau pesawat dengan pramugari berbaju batik dan muda-muda itu telat 30 menit. Kita bisa main game di HP atau ngobrol basa-basi dengan sesama orang NTT di ruang tunggu terminal Bandara Juanda.

Persoalannya menjadi gawat, tidak main-main, kalau Lion Air itu terlambat TIGA JAM lebih alias 180 menit ++. Dan, keterlambatan itu terjadi pada 24 Desember 2012, yang malam harinya ada misa malam Natal yang sangat meriah di Flores, Sumba, Timor, Alor, Sabu, Rote, Labuanbajo, Lembata, dan daerah-daerah lain di NTT. Itulah yang saya alami bersama ratusan penumpang lain saat hendak mudik natalan ke kampung halaman.

Bagaimana kalau tidak sempat ikut misa Natal bersama orang tua, sanak kerabat, di Lembata atau Flores Timur? Kan bisa misa di Kupang yang tidak kalah ramai. Kampung halaman kan tidak akan lari. Betul. Tapi, persoalannya, sebagian penumpang Lion Air saat itu sudah membeli tiket pesawat dan kapal laut untuk moda transportasi lanjutan ke daerahnya masing-masing di NTT. Sudah habis uang banyak (jebol tabungan) untuk membeli tiket pesawat kecil itu.

Saya misalnya sudah beli tiket Susi Air rute Kupang-Lewoleba. Pesawat bermuatan 12 penumpang + dua awak (pilot dan kopilot) ini terbang ke Lembata hanya beberapa jam setelah Lion Air mendarat di Kupang. Saya sudah mengantisipasi, memberi ruang delay kepada Lion Air paling lama DUA JAM. Kalau telat dua jam masih ada cukup waktu untuk Susi Air. Bagaimana kalau telat sampai tiga jam? Gawat! Bukan hanya tiket hangus, tapi kesempatan untuk misa malam Natal di kampung halaman bersama ayah, yang sudah tua, menjadi sirna.

Saya pun kontak pihak Susi Air di Kupang menceritakan persoalan Lion Air yang sudah dua jam belum ada tanda-tanda akan berangkat. "Itu kan persoalan Anda. Lihat saj nanti setelah Anda sampai di Kupang," kata seorang gadis dari Susi Air. Jawaban standar yang benar, tapi membuat saya deg-degan.

Sementara itu, suasana di ruang tunggu Bandara Juanda makin panas. Tahu sendirilah orang NTT kalau marah karena pesawat sudah delay dua jam. Gantian satu per satu memaki-maki petugas Lion Air di ruang tunggu yang sebenarnya tidak tahu mengapa pesawat sampai terlambat begitu lama. "Ada masalah teknis, Pak. Mohon sabar dulu, semoga cepat teratasi," kata petugas dengan ramah.

"Sabar apa? Kami ini sebentar malam mau misa Natal di Flores. Siapa yang menjamin pesawat-pesawat kecil di Kupang mau menunggu kami sebelum berangkat?" protes seorang laki-laki dari Flores Barat.

Orang Rote bicara soal kapal feri yang sudah tak mungkin dikejar jadwalnya. Orang Ende komplain takut ketinggalan pesawat. Saya takut ketinggalan Susi Air jurusan Kupang-Lembata.

Seorang pria asal Jawa membuka BB-nya dan memperlihatkan pasal-pasal di undang-undang dan peraturan pemerintah soal penerbangan. delay atau terlambat itu biasa, apalagi ke NTT, tapi kalau sudah lebih dari dua jam tentu tidak bisa dibenarkan. "Kalian melanggar undang-undang!" teriaknya.

Calon penumpang lain makin ramai karena merasa senasib sepenanggungan. Maka, roti di dalam kotak yang dibagikan pihak Lion Air saat itu pun terasa pahit. Tak ada gairah makan meskipun hampir semua penumpang belum sarapan karena sudah standby di bandara sejak pukul 05.00 WIB.

Akhirnya, pesawat Lion Air pun berangkat. Terlambat tiga jam lebih sedikit. Doa saya sederhana saja, "Tuhan, semoga saya masih bisa mendapat Susi Air ke Lembata!" Sebab, jika ketinggalan Susi pula maka saya baru bisa ke kampung halaman seminggu kemudian. Jadwal Susi Air selalu penuh selama satu minggu.

Puji Tuhan, rupanya Tuhan mengabulkan doa saya. Masih ada 15 menit untuk checkin, timbang badan dan barang, di konter Susi Air. Saya yang tadinya lesu darah, galau, sempat naik darah, ikut-ikutan membentak petugas Lion Air di ruang tunggu Bandara Juanda kini berubah sumringah. Bahagia!

Makin bahagia lagi ketika Susi Air yang berbadan putih itu terbang dan 30 menit lagi sampai di kampung halaman saya. Pengalaman buruk dengan Lion Air pun hilang sama sekali karena malamnya saya bisa ikut perayaan ekaristi malam Natal bersama umat Katolik dari setengah kecamatan di Gereja Lewotolok.

Saya memang punya kebiasaan untuk lekas-lekas melupakan pengalaman yang buruk. Buat apa? Lebih baik kita ingat yang baik-baik saja. Mungkin karena saya terlalu sering membaca buku-buku tentang berpikir positif. Kalau suka berpikir negatif, mikir susah terus, rasanya kita akan cepat mati dan tak akan pernah tertawa dalam hidup. Khususnya orang NTT.

Kini, empat bulan kemudian, ketika Lion Air nyemplung laut di dekat Bandara Ngurah Rai, Bali, tiba-tiba pengalaman buruk terbang bersama Lion Air ke Kupang itu pun muncul lagi. Mudah-mudahan Lion Air dengan pesawat yang makin banyak, dengan keuntungan yang makin menggunung, mau memperbaiki kualitas layanan dan keselamatannya.

Jangan nyemplung lagi ke laut! Ingat, harga pesawat itu mahal lho meski Lion punya ratusan pesawat!

Jangan terlambat TIGA JAM! Kalau telat SATU JAM, khusus ke NTT, sih masih bisa ditoleransi oleh orang NTT. Tapi turis-turis dari Eropa atau Amerika yang ingin ke Pulau Komodo atau Flores pasti tidak akan suka dengan delay SATU JAM, apalagi DUA JAM.

Para pramugari Lion Air supaya lebih ramah, tidak ketus! Percuma punya pramugari cantik, muda-muda (di bawah 25 tahun), tapi kurang menghargai penumpang, khususnya jurusan Indonesia Timur.

0 Response to "Delay TIGA JAM Bersama Lion Air"

Posting Komentar