"Saya kesulitan uang untuk bayar listrik dan pajak. Kamu bisa bantu?" kata seorang pelukis senior di Surabaya. Sudah bertahun-tahun karya ahli gambar ini memang belum laku. Sementara beban hidup kian berat saja.
Pelukis lain, sudah almarhum, juga sering sambat karena karyanya sulit dipasarkan. Dia akhirnya kerja serabutan yang tak ada hubungan dengan seni rupa. "Melukis sih tetap tapi gak sesering dulu," katanya.
Sering almarhum pelukis tua ini tak punya uang sepeser pun di saku. Maka, terpaksalah dia cari sumbangan sekadar ongkos angkot atau beli rokok. "Tapi jiwa saya seniman. Saya pernah kerja kantoran tapi gak kerasan," katanya.
Saya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah seniman yang nyentrik ini. Hidup tanpa bahagia, tetap tertawa meski tak punya uang.
"Siapa bilang pelukis itu miskin? Saya dan pelukis-pelukis lain itu kaya-raya. Anda tahu harga sebuah lukisan? Tidak terbatas, ratusan juta bahkan miliaran rupiah," kata pelukis lawas itu kepada saya.
Kaya miskin memang relatif. Pelukis yang selama ini belum pegang uang mungkin minggu depan, bulan depan, atau lima tahun lagi punya duit banyak. Atau bisa saja lukisannya laku keras setelah dia meninggal dunia. Bukankah lukisan-lukisan itu lebih dihargai setelah pelukisnya tiada?
Tapi tidak semua pelukis di Jatim nelangsa. Belum lama ini saya dengan ada pelukis yang dapat rezeki nomplok. Lukisannya diborong kolektor seharga ratusan juta rupiah. Dan bukan hanya satu tap banyak lukisan. Mungkin uangnya sudah mencapai miliaran rupiah.
Siapa bilang pelukis tidak punya uang? Yang namanya rezeki orang siapa yang tahu. Mungkin hari ini belum laku, doa-doa belum dikabulkan, tapi siapa tahu Sang Pencipta akan membukakan pintu rezeki itu.
Tiap hari saya pandangi lukisan-lukisan lama, 1970-an, yang belum laku. Kapan ya diambil kolektor?
0 Response to "Pelukis bisa kaya-raya"
Posting Komentar