Yang lebih aneh lagi, terutama bagi kita yang lama tinggal di Jawa, antre bensin itu sudah menjadi pekerjaan sehari-hari sebagian orang di Lembata, khususnya Lewoleba, Lamahora, Muroona, dan sekitarnya. Cari uang ya dengan antre bensin.
Bensin yang diisi di tangki motor atau mobil itu kemudian disedot keluar. Lalu dimasukkan ke dalam botol-botol air minuman dalam kemasan 1500 ml. Yah, hanya sekitar satu liter saja. Kemudian dijual lagi di pinggir jalan. Harganya Rp 10.000.
Orang Lembata pengguna motor atau mobil biasanya membeli bensin botolan di pinggir jalan itu. Sebab, antre di SPBU yang cuma ada satu itu lamanya bukan main. Maka, yang antre panjang sampai mengular ke jalan raya itu memang pekerjaannya ya antre bensin (premium).
Harga premium di SPBU Rp 4.500 atau Rp 5.000. Maka, si pengantre alias pedagang kulakan bensin itu dapat untung Rp 5.000 per liter. Silakan hitung sendiri berapa keuntungan yang bisa diraih mereka. Sebab, dia bisa antre berkali-kali dalam sehari.
Karena labanya bagus, saya lihat banyak anak kecil, remaja, orang kampung yang khusus datang ke Lewoleba untuk antre plus kulakan bensin. Modalnya sederhana saja: punya motor (untuk nampung bensin), sabar, berani tahan panas dan hujan. Botol-botol aqua bisa diperoleh di mana saja dengan mudah, bukan?
"Di Lembata ini banyak orang yang sukses mengumpulkan uang banyak dengan antre bensin. Mereka bisa membeli material untuk memperbaiki rumah, beli ikan, beras, dan sebagainya," kata teman saya.
Menurut si teman ini, antre bensin ini justru jauh lebih menghasilkan (uang) daripada bercocok tanam atau kerja di kebun. Biasanya, kerja kebun sehari dibayar Rp 20.000 atau Rp 25.000. Taruh kata sehari dapat 10 liter bensin, uang yang masuk Rp 50.000. Toh, kerjanya cuma duduk santai di atas jok motor sambil menunggu giliran isi tangki.
Banyak anak sekolah di Lembata yang tergiur antre bensin agar bisa pegang uang. Tapi, bahayanya, anak-anak yang punya uang cukup biasanya malas belajar. Kurang niat belajar, bahkan tidak mau sekolah lagi. Buat apa capek-capek sekolah, sementara uang bisa diperoleh dengan kulakan bensin?
"Saya larang anak saya untuk antre bensin meskipun dia sangat ngotot. Saya ingin dia sekolah, kuliah, agar kelak bisa jadi pegawai (negeri)," kat seorang wanita asal Ileape yang tinggal di Lamahora.
Satu-satunya cara untuk menghentikan budaya antre bensin, yang sudah disalahgunakan ini, sederhana saja. Bikin lagi lima atau 10 SPBU di Lewoleba dan beberapa kecamatan di Lembata. Dengan begitu, masyarakat Lembata bisa menjadi end user bensin yang sudah disubsidi pemerintah.
Ironis, orang Lembata yang umumnya miskin itu harus membeli bensin dengan harga Rp 10.000, sementara di Jawa bensin cuma Rp 4.500.
0 Response to "Antre bensin di Lembata jadi profesi"
Posting Komentar