Seminggu terakhir sumuknya bukan main. Lebih panas ketimbang musim kemarau. Pakai dua kipas angin pun tidak mempan. "Saya yang jualan kopi di luar rumah saja sumuk. Padahal ini jam sepuluh malam," kata ibu warkop di Jl Arjuna.
Biasanya hari-hari permulaan tahun baru imlek seperti ini selalu hujan. Deras, ada angin, bahkan tergenang di mana-mana. Kok tahun ini malam sincia justru sumuknya bukan main.
Saya lihat banyak jemaat yang mandi keringat saat sembahyang sincia, malam tahun baru imlek, di kelenteng. Aneh! Biasanya justru hujan yang stabil meski tidak deras mengguyur sepanjang malam. Hari kedua tahun ular pun gerahnya sama dengan kemarau.
Bukankah ular air itu katanya banyak air? Hujan lebih deras, potensi banjir di mana-mana? Rupanya ramalam para suhu tionghoa sekarang sudah tidak jitu lagi. Sebab, musim hujan dan kemarau memang tidak lagi punya pola yang jelas.
Alam tak lagi seteratur dulu. BMKG pun sulit jadi pegangan. Jakarta mendadak jadi tambak raksasa, tapi sesaat kemudian jadi kering dalam waktu lama.
Begitu juga di kawasan Ngagel yang selalu basah di musim hujan. Kalau hujan deras genangan air bisa mencapai 30 cm. Jalan di depan kantor KPID Jatim biasa jadi tempat mandi anak-anak kecil.
Tapi dua pekan ini tak ada lagi mendung. Awan tak lagi hitam. Yang ada cuma keringat bercucuran di jalan raya saking panasnya suhu Surabaya. Akan sangat aneh jika musim hujan tahun ini hanya berusia DUA bulan.
0 Response to "Surabaya tak lagi hujan"
Posting Komentar