Henry Dermawan bersama guru-guru bahasa Tionghoa asli Tiongkok. |
Kebutuhan akan guru-guru bahasa Tionghoa (atau bahasa Mandarin) semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, tidak mudah mencetak pengajar bahasa Tionghoa yang mumpu dalam waktu singkat. Karena itu, Lembaga Koordinasi Pendidikan Bahasa Tionghoa (LKPBT) Jawa Timur terus berusaha mengirim mahasiswa asal Jawa Timur ke Tiongkok untuk dicetak menjadi guru.
"Kebetulan kami sudah punya kerja sama dengan Huaqiao University di Jimei, Fujian, dan Jiangmen Normal School di Guangdong. Kedua lembaga ini siap mencetak guru-guru bahasa Tionghoa untuk dipekerjakan di Jawa Timur," kata Henry Dermawan, ketua LKPBT Jatim, kepada saya pekan lalu.
Akibat kebijakan rezim Orde Baru, yang melarang pengajaran bahasa Tionghoa, menurut Henry, adalah hilangnya guru-guru bahasa Tionghoa di seluruh Indonesia. Regenerasi dan kaderisasi tidak jalan. Yang tersisa hanyalah guru-guru eks Sekolah Tionghoa pada era 1960-an yang sudah lanjut usia. Adapun para lulusan Sekolah Tionghoa sangat jarang yang bekerja sebagai pendidik atau pengajar di sekolah-sekolah.
Karena itu, ketika bahasa Tionghoa diizinkan kembali oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), orang Indonesia tidak siap menghadapi perubahan ini. "Kita semua kaget karena tidak punya guru. Makanya, satu-satunya jalan adalah mengirim sebanyak mungkin anak-anak muda kita yang bersedia menjadi guru bahasa Tionghoa," kata Hendri.
Selama ini LKPBT mengadakan langkah jemput bola dengan mengundang guru-guru dari sejumlah lembaga pendidikan, termasuk pesantren, untuk mengikuti pendidikan lanjutan di Tiongkok. Penerima beasiswa harus berusia di bawah 25 tahun, bersedia mengikuti pelatihan bahasa Tionghoa intensif di LKPBT Jatim, dan wajib kembali ke Indonesia setelah menempuh pendidikan. Masa kuliah di Fujian biasanya empat tahun.
"Nah, setelah kembali ke Indonesia, dia juga harus bersedia menjadi guru bahasa Tionghoa minimal selama tiga tahun. Tidak boleh jadi pengusaha atau bekerja di perusahaan Tiongkok. Sebab, kita memang sangat membutuhkan guru-guru bahasa Tionghoa," tegas Henry.
Tak hanya guru-guru untuk sekolah menengah, menurut pengusaha yang berkantor di Jalan Sumatera, Surabaya, ini, LKPBT juga mengirim calon guru bahasa Tionghoa untuk taman kanak-kanak. Lama pendidikan di Jiangmen Normal School for Childhood Education, Guangdong, ini hanya satu tahun.
0 Response to "LKPBT Jatim - Henry Dermawan"
Posting Komentar