Upaya Bambang Sujanto mempromosikan musik Tionghoa di Surabaya tidak sia-sia. Setelah bekerja keras selama enam tahun, Bambang mulai memetik hasilnya. Ini terlihat dari banyaknya remaja yang aktif di Orkes Musik Kemuning yang dikelolanya.
“Sekarang ini pemusik-pemusik senior seperti saya cukup memberi support kepada anak-anak muda. Tapi sekali-sekali pemusik senior juga perlu berkolaborasi dengan pemusik-pemusik yunior,” ujar Bambang Sujanto di markas Orkes Musik Kemuning, Jl Kemuning 3, Surabaya, pekan lalu.
Ketika baru dibuka pada awal reformasi, menurut Bambang, pemain-pemain Kemuning didominasi para pemusik senior yang sudah tergolong lansia. Hampir tidak ada pemusik remaja atau anak-anak.
Sebab, selama tiga dasawarsa musik Tionghoa ini dilarang dimainkan di depan khalayak oleh rezim Orde Baru. Baru setelah KH Abdurrahman Wahid menjabat presiden RI, seni budaya Tionghoa pun perlahan-lahan menggeliat kembali.
Sebab, selama tiga dasawarsa musik Tionghoa ini dilarang dimainkan di depan khalayak oleh rezim Orde Baru. Baru setelah KH Abdurrahman Wahid menjabat presiden RI, seni budaya Tionghoa pun perlahan-lahan menggeliat kembali.
“Jadi, jasa almarhum Gus Dur dalam pengembangan seni budaya Tionghoa memang luar biasa. Sekarang kami bisa bermain di mana saja dan kapan saja. Masyarakat pun sudah tidak asing lagi dengan musik Tionghoa,” kata pria yang fasih memainkan berbagai alat musik ini.
Seiring dengan meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap musik Tionghoa, Bambang kemudian mulai melakukan kaderisasi. Caranya dengan mengajak anak-anak muda di Surabaya dan sekitarnya untuk belajar instrumen musik khas Tiongkok.
Dia pun harus mendatangkan alat-alat musik itu dari negeri tirai bambu. Alat-alat musik Tionghoa itu antara lain guzheng, yangqin, erhu, biba, dan dizi (seruling). Bambang juga menyediakan instrumen musik Barat seperti biola, cello, keyboard, gitar, bas. Masyarakat maupun peserta kursus bisa mendapatkan alat-alat musik itu dengan harga terjangkau.
“Grup Kemuning ini memainkan musik Tionghoa dengan sentuhan modern. Kami ingin buktikan bahwa musik Tionghoa pun bisa dikolaborasikan dengan lagu-lagu modern. Bahkan, dengan lagu-lagu Indonesia,” katanya.
Pelan tapi pasti, anak-anak dan remaja terus berdatangan untuk mengikuti latihan bersama setiap Senin malam. Saat latihan kemarin, misalnya, hanya tiga pemusik senior yang sekaligus berperan sebagai instruktur. Sementara belasan pemusik lainnya berusia di bawah 30 tahun.
“Kami juga punya dua pemusik tunanetra yang sangat berbakat. Keduanya sangat tekun berlatih dan cepat menguasai lagu-lagu baru,” ujar Bambang seraya tersenyum.
Yang juga menarik, sebagian remaja ini diantar orang tua ke tempat latihan. Ini membuat Bambang Sujanto terharu dan bangga. Dia juga optimistis musik Tionghoa semakin eksis di Surabaya. “Anak-anak ini merupakan motor penggerak musik Tionghoa di masa depan,” tegasnya.
0 Response to "Musik Tionghoa di Surabaya makin eksis"
Posting Komentar