Begitu banyak hal aneh di NTT. Provinsi yang sejak dulu diplesetkan sebagai Nusa Tetap Tertinggal atau Nasib Tidak Tentu. Harian Kompas edisi 16 Agustus 2012 memberitakan sekarang ini harga jagung di NTT Rp 15.000, sementara harga beras tertinggi Rp 10.000.
Anda tahu padi tidak bisa tumbuh bagus di NTT karena kendala irigasi. Hanya Manggarai dan Ngada yang lumayan bagus sawahnya. Daerah lain di NTT begitu gersangnya sehingga hanya bisa ditanami jagung dan kacang-kacangan. Karena itu, makanan pokok orang NTT sejak dulu adalah jagung.
Pada 1980an orang NTT yang mengonsumsi beras hanya PNS dan ABRI. Beras kualitas jelek begitu mahalnya sehingga tak terjangkau rakyat biasa. Akibatnya, gengsi beras sangat tinggi, dianggap makanan priyayi, pangan orang pintar. Bahkan ada guru-guru di NTT yang mengatakan begini: orang NTT itu bodoh karena makan jagung. Coba kalau makan nasi (beras) pasti orang NTT bisa cerdas kayak orang Jawa.
Sejak awal 2000 kondisi perpanganan di NTT makin runyam. Mengkhawatirkan. Terutama sejak beras miskin alias raskin digelontorkan besar-besaran. Apalagi dibuat isu seakan-akan banyak daerah kelaparan. Raskin ini cuma Rp 1000, bahkan gratis untuk warga yang benar-benar tak punya uang.
Sejak itulah beras mulai menggantikan jagung sebagai makanan pokok. Harga beras di pasar makin murah, sebaliknya harga jagung makin mahal. Dan akhirnya jauh melampaui harga beras kualitas bagus.
Karena itu, ketika saya berlibur di Lembata belum lama ini saya tidak pernah menemukan yang namanya nasi jagung. Semuanya beras khususnya raskin.
Mesin giling jagung atau selep yang di masa kecil saya sangat banyak kini tak lagi saya temukan. Bagaimana mau giling jagung kalau beras raskin melimpah ruah?
Maka, gerakan pangan lokal harus lebih gencar dilakukan pemerintah provinsi NTT, tak hanya sekadar slogan belaka. Bukan tidak mungkin suatu ketika orang NTT tak lagi menemukan jagung di bumi Flobamora.
0 Response to "Jagung lebih mahal daripada beras"
Posting Komentar