Arus mudik di Jawa memang hiruk-pikuk karena melibatkan sekitar 25 juta orang. Bayangkan, jutaan orang bergerak dalam waktu bersamaan sekitar dua minggu ke berbagai tempat untuk berlebaran bersama keluarga.
Pemerintah, khususnya polisi, harus kerja keras untuk mengawal acara tahunan itu. Mudik menjadi ritual yang makin lama makin diminati meskipun keluarga yang bekerja di kota-kota besar itu sudah masuk generasi ketiga, keempat, bahkan kelima.
Saya sering merenung, geleng-geleng kepala. Luar biasa orang Jawa ini. Meskipun sudah puluhan tahun tinggal di kota, punya anak, cucu, cicit, tetap saja merasa sebagai wong kampung, orang desa. Berusaha mudik minimal sekali setahun untuk berhari raya. Kacang itu tidak pernah lupa lanjarannya!
"Apakah orang NTT, khususnya Flores dan Lembata juga punya budaya mudik?" tanya Pak Parto, orang Mojokerto, kepada saya.
Jawabannya bisa panjang, rada ilmiah, tapi bisa yang sederhana saja. Saya jawab tidak. Setahu saya orang Flores yang tinggal dan bekerja di Kupang atau Jawa, apalagi Malaysia, tidak pernah mudik hari raya baik itu Lebaran, Natal, Paskah. Ada satu dua tapi sangat-sangat sedikit.
Selain alasan biaya yang mahal, mudik belum jadi budaya macam di Jawa. Maka, jangan heran banyak orang Flores tak pulang kampung sampai 10, 20, 30 tahun. Bahkan dia sudah merasa jadi orang Kupang, Bali, Sabah, Larantuka karena punya istri, anak, cucu di tempat baru.
Ikatan dengan kampung halaman kian melemah ketika orangtua tak ada lagi. Apa yang mau dilihat di dusun? Orang-orang Flores urban ini bahkan sering merasa sebagai orang asing di kampung halaman leluhurnya sendiri. Belum lagi generasi kedua dst tak bisa berbahasa daerah Lamaholot, bahasa yang dipakai di Flores Timur dan Lembata. Beda dengan orang Jawa yang sangat menghargai dan melestarikan bahasa dan kebudayaan daerahnya!
Mudik massal tahunan ala Jawa ini sejarinya banyak sekali gunanya. Arus uang tiba-tiba mengalir deras ke kampung. Dan orang bisa tetap menyumbang pikiran atau materi demi kemajuan kampung halaman.
Begitulah. Desa-desa di NTT makin banyak kehilangan warganya yang hijrah menjadi orang kota... dan tak mau kembali lagi walau hanya seminggu.
0 Response to "Mudik di Jawa perlu dicontoh di Flores"
Posting Komentar