
Mengapa orang Tionghoa disukai pekerja media? Salah satunya karena orang Tionghoa punya budaya beriklan. Sejak era Hindia Belanda orang Tionghoa sudah kenal media khususnya surat kabar dan majalah.
Sebagai pebisnis, orang Tionghoa tahu betul manfaat dan efektivitas iklan bagi pengembangan usaha. Beda dengan orang pribumi yang kebanyakan petani, nelayan, pegawai negeri, atau tentara/polisi yang tidak punya budaya beriklan.
Segala macam produk diiklankan orang Tionghoa. Sabun, kecap, makanan minuman, film hingga dukacita. Nah, iklan kematian atawa dukacita inilah yang menurut saya sangat menonjol. Tidak ada etnis di Indonesia yang aktif menginformasikan berita kematian di surat kabar ketimbang Tionghoa.
Tak hanya orang kaya, Tionghoa yang biasa pun berusaha pasang iklan ketika keluarganya ada yang meninggal. Saat ini perusahaan jasa pemakaman dan peti mati melayani iklan kematian secara paketan.
Ketika taipan LIEM SIOE LIONG meninggal dunia, wuih.. media besar panen iklan besar berhalaman-halaman. Dan berhari-hari. Berapa miliar yang masuk ke media cetak khususnya.
Mana ada orang kita (pribumi) yang mau pasang iklan besar seharga ratusan juta untuk woro-woro kematian? Ada orang pribumi yang merasa aneh menghabiskan uang banyak untuk iklan dukacita.
Mengapa budaya iklan kematian sangat kuat di kalangan Tionghoa? Saya kira ini terkait dengan statusnya sebagai masyarakat diaspora. Orang Tionghoa tersebar di mana-mana, punya keluarga di mana-mana, tak terpusat di suatu tempat.
Maka, iklan di media massa jadi sangat penting untuk menginformasikan kematian salah satu anggota keluarga kepada sanak kerabatnya... di mana saja.
0 Response to "Iklan kematian orang Tionghoa"
Posting Komentar