
Malam minggu Surabaya ramai di mana-mana. Tapi di Kembang Jepun tidak. Sangat lengang. Sangat kontras dengan geliat ekonomi siang harinya. Pusat pecinan Surabaya ini memang sudah lama tidur nyenyak di malam hari.
Sempat ada usaha menghidupkan KJ dengan membuat kya-kya, hiburan, kuliner di malam hari. Itu pun tak bertahan lama. Kya-kya hanya tinggal cerita.
Tadi saya mampir ke KJ karena cukup lama tidak lewat malam hari di situ. Sepi meski malam minggu. Hanya ada dua atau empat stan yang jualan makanan tionghoa khas Tiociu. Cuma stan ini yang bertahan sejak era kya-kya. Saya perhatikan tamunya hanya tiga orang termasuk saya.
Saya coba masakan tiociu yang katanya asyik itu. Ehm, ternyata biasa-biasa saja. Cuma harganya yang terlalu mahal, tak sepadan dengan kelezatannya. Nasi putih 7000, gurami 40000. Hanya teh tawar saja yang normal 1000.
Pantas saja tak banyak pengunjung. Chinatown yang di tempat lain jadi pusat wisata kota ternyata mati di Surabaya. Bangunan-bangunan pun terlihat sangat tua dan kusam. Sama sekali tidak mencerminkan selera tinggi bos-bos atau laoban Tionghoa yang kaya makmur itu.
Saya bergeser dari Kembang Jepun ke arah Kapasan. Lebih ramai ketimbang KJ dengan Boen Bio yang terawat apik. Stan makanan banyak dengan pengunjung yang riuh. Lurus ke Jalan Kenjeran masih ramai dengan aktivitas warga mengisi malam panjang.
Saya geser lagi ke arah Jembatan Suramadu. Wuih, benar-benar ramai dan hidup. Begitu banyak orang yang menikmati malam minggu di tepi pantai dengan angin laut kencang itu. Sejuk nian.
Ngopi di kaki Suramadu sambil blogging iseng-iseng macam begini memang asyik. Apalagi malam ini tidak ada pertandingan bola Piala Eropa. Esok baru kita melekan lagi menonton final sepakbola Italia vs Spanyol.
0 Response to "Kembang Jepun sepi di malam minggu"
Posting Komentar