Ahok, konstitusi, dan konstituen

blogger templates
Di musim libur Lebaran ini saya agak semangat membaca berita-berita tentang Ahok, wakil gubernur Jakarta, di internet. Kata-katanya lurus, tegas, blakblakan, tak banyak eufemisme. Mantan bupati Belitung Timur itu seperti tak punya rasa takut terhadap preman Tanahabang beserta bekingIbekingnya di parlemen, birokrasi, tentara, atau polisi.

Rasanya baru kali ini kita beruntung punya pejabat yang berani melawan premanisme macam Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama. Yang paling menarik adalah wawancara Ahok dengan Tempo edisi Juli 2013. Ahok ditanya tentang keruwetan Jakarta yang sudah bertahun-tahun tanpa ada solusi. Padahal kajian-kajian dari pakar, doktor, profesor, universitas dalam dan luar negeri sudah menumpuk.

Mengapa tidak dieksekusi?

Ahok pun menjawab lantang:

"Masalahnya, ada atau tidak pemimpin yang berani taat hanya pada konstitusi dan bukan taat pada konstituen serta kepentingan lain...."

Konstitusi dan konstituen! Ahok benar-benar memunculkan wacana publik yang sangat inspiratif di tengah suasana politik kita yang semakin menggelisahkan. Luar biasa, hari begini masih ada Ahok yang bicara konstitusi. Konstitusi itu tak lain UUD 1945.

Begitu banyak pejabat, politisi, bahkan menteri-menteri kabinet SBY sengaja mencampakkan konstitusi demi menyenangkan konstituen. Demi target jangka pendek pemilihan umum 2014. Sebetulnya bukan konstituen pula yang dipikir tapi posisi politik pribadi belaka.

Contoh paling jelas adalah kasus-kasus yang menyangkut kebebasan beragama seperti masalah Syiah di Sampang. Sekitar 300 warga Sampang Madura diusir dari kampung halamannya gara-gara berbeda keyakinan. Di mana posisi negara?

Wakil bupati malah yang turun langsung untuk memimpin pengusiran sekitar 200-300 warga Syiah dari lokasi pengungsian di GOR Sampang ke rusunawa di Jemundo Sidoarjo. Pak Fadhilah, wagub yang dulunya bupati, jelas memilih pro konstituen daripada konstitusi.

Menteri Agama Suryadharma Ali pun sama saja. Sebagai ketua umum PPP, Suryadharma jelas lebih memilih menyenangkan konstituen partainya, massa musim konservatif, ketimbang konstitusi. Pak Menteri tentu paham pasal 29 UUD 1945 dan pasal-pasal hak asasi manusia. Tapi konstitusi harus dinomorduakan demi... konstituen.

Seorang negarawan sejati niscaya memilih konstitusi daripada keinginan konstituen yang bertentangan dengan konstitusi. Karena itu, jangan heran kalau Menteri Suryadharma ngotot meminta agar warga Syiah Sampang mengikuti proses pencerahan dan penyamaan persepsi kalau ingin kembali tinggal di kampung halamannya.

Selama menteri-menteri, bupati, gubernur, bahkan presiden lebih takut konstituen ketimbang konstitusi, maka organisasi kekerasan berjubah agama di negeri ini tak akan pernah dibubarkan. Apa jadinya Indonesia jika konstitusi hanya jadi macan kertas?



Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network

0 Response to "Ahok, konstitusi, dan konstituen"

Posting Komentar