Nelayan Lamalera diserang paus

blogger templates

Berita kecil di Kompas 21 Agustus 2013 kembali mengagetkan orang Lembata NTT di perantauan. Delapan nelayan diamuk ikan paus yang terluka akibat tikaman mereka.

Dua nelayan luka terseret tali perahu. Para pemburu paus secara tradisional itu sempat terombang-ambing karena peledang atau perahu mereka terseret paus.

Kartunis Didie SW membuat gambar lucu di sisi berita itu. 

"Itulah ganjarannya kalau makan ikan paus!" ujar seorang dokter mencibir.

Dokter itu menambahkan, "Warisan leluhur kok makan yang susah-susah!"

Saya hanya bisa tersenyum getir. Begitulah memang risiko nelayan tradisional Lamalera memburu ikan paus (tepatnya mamalia) secara tradisional dengan tempuling alias sejenis tombak. Pakai peledang sederhana, mereka mengejar paus hingga puluhan kilometer.

Risikonya ya ketika si paus mengamuk karena terluka ditikam nelayan-nelayan itu. Sudah banyak yang meninggal atau terluka tapi tak pernah ada kata jera. Perburuan paus terus berlangsung dari generasi ke generasi karena dianggap sebagai sumber nafkah utama.

Hingga pertengahan Agustus 2013 nelayan Lamalera sudah menangkap 14 paus. Bulan Juli lalu enam paus berhasil ditikam dalam tiga hari berturut-turut. Makin lama populasi paus di Laut Sawu makin menurun sehingga tangkapan makin sedikit.

Paus itu dikerat-kerat dagingnya untuk dibarter dengan makanan seperti beras, jagung, kelapa, sayur, dan sebagainya. Itulah yang menghidup masyarakat Lembata bagian selatan, khususnya Lamalera, sejak zaman dulu.

Kok warisan leluhur makan paus yang susah-susah? 

Mau bilang apa, tradisi lama itu tidak mungkin bisa dihilangkan dalam waktu singkat. Sebab berburu paus sudah menjadi adat istiadat Lamalera, bahkan budaya lokal.

Karena itu, ketika pihak luar mempersoalkan perburuan ikan paus, nelayan dan tokoh Lamalera paling gencar melakukan perlawanan. Banyak argumentasi untuk menjustifikasi budaya memburu paus dengan taruhan nyawa para nelayan ini.

Lamalera merupakan kampung paling terkenal di Pulau Lembata, bahkan Flores Timur. Sekolah formal pertama dibangun misi di situ. Agama Katolik pertama kali masuk lewat Lamalera. Pastor pertama asli Lembata berasal dari Lamalera, yakni Pater Alex Beding SVD.

Doktor dan profesor pertama di Lembata juga asli Lamalera bernama Prof Dr Gorys Keraf, pakar bahasa Indonesia yang sangat terkenal dulu. Menteri pertama asal Lembata juga orang Lamalera bernama Dr Sonny Keraf. Pastor, suster, dan bruder juga paling banyak berasal dari Lamalera.

"Orang Lamalera itu pintar-pintar karena banyak makan paus," kata guru SD saya dulu.

Yah, Lamalera memang gudang intelektual dan misionaris. Dr Sonny Keraf, mantan menteri lingkungan hidup, saya yakin sudah memikirkan kelanjutan budaya memburu paus di Laut Sawu dari berbagai aspek. Mulai keselamatan, lingkungan hidup, pelestarian paus, pariwisata, budaya, adat istiadat, dan sebagainya.

Bukan apa-apa. Sampai sekarang orang luar, bahkan sesama orang NTT, masih sangat sulit mengerti mengapa nelayan Lamalera tetap nekat mengejar KOTEKLEMA meski dibayang-bayangi aroma kematian.

Seperti sentilan Kompas itu: "Warisan leluhur kok makan yang susah-susah!"

Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network

0 Response to "Nelayan Lamalera diserang paus"

Posting Komentar