UK Petra Gelar Konferensi Tionghoa Indonesia

blogger templates
Sejak runtuhnya rezim Orde Baru pada 1998, muncul banyak perspektif baru dalam kajian etnis Tionghoa di Indonesia. Jatuhnya rezim yang memerintah selama 32 tahun itu membuka pintu untuk keberagaman etnis dan budaya.

Suasana sosial politik yang baru ini mendorong Center for Chinese-Indonesian Studies (CCIS) Universitas Kristen Petra mengadakan konferensi khusus  kehidupan etnis Tionghoa di Indonesia. Konferensi yang digelar di Semarang pada 14-16 November mendatang ini melibatkan sejumlah pusat studi dan lembaga kajian Tionghoa di tanah air.

"Kami bekerja sama dengan Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, dan Centre for Chinese Diasporas Cultural Studies  (CCDCS ) Universitas Kristen Maranatha, Bandung," ujar Elisa Christiana, peneliti CCIS UK Petra, pekan lalu.

Menurut Elisa, konferensi selama tiga hari ini membahas sejumlah hal yang dianggap penting dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Di antaranya, organisasi atau perkumpulan, pendidikan, media massa, sastra diaspora Tionghoa, kuliner, bisnis, hingga seni dan arsitektur. Sejak dua bulan lalu pihak CCIS mengundang para pengamat dan pemerhati masalah Tionghoa untuk mengkaji aspek-aspek tersebut.

"Kami sudah menyiapkan tiga keynote speaker, yakni Dr Hui Yew-Foong (Institute of Southeast Asian Studies), Prof Shi Xueqin (Xiamen University), dan Dr Setefanus Suprajitno (UK Petra Surabaya)," ujar Elisa.

Di bidang sastra, menurut dosen Sastra Mandarin UK Petra ini, sastra yang ditulis oleh orang Indonesia-Tionghoa tumbuh subur di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Sastrawan Tionghoa-Indonesia bahkan tercatat sebagai pelopor penerbitan karya sastra di tanah air.

"Mereka menulis banyak cerita dalam bahasa Melayu Tionghoa, diterbitkan sebelum penulis pribumi mempublikasikan karya mereka. Namun, peran sastrawan Tionghoa di dunia sastra lama-kelamaan menjadi surut," kata alumnus Huaqiao University, Xiamen, itu.

Hingga saat ini, menurut Elisa, tidak banyak penelitian tentang bidang sastra yang pernah digeluti pengarang Tionghoa seperti Kho Ping Hoo. Padahal, cerita-cerita silat sangat digemari oleh berbagai lapisan masyarakat.

0 Response to "UK Petra Gelar Konferensi Tionghoa Indonesia"

Posting Komentar