Jakarta yang Kelebihan Muatan

blogger templates
Sehebat-hebatnya Jokowi atau Ahok tidak akan mampu mengatasi masalah kemacetan di Jakarta. Mengapa? Penduduk Jakarta plus kota-kota satelit Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi sudah terlalu banyak. Jakarta itu ibarat kapal atau truk gandeng yang kelebihan muatan.

Maka, satu-satunya cara untuk menyelamatkan Jakarta adalah dengan mengurangi muatan yang berlebihan itu. Gerson Poyk, sastrawan asal Sumba, Nusa Tenggara Timur, sejak 1980-an selalu ngomong soal overpopulasi ibukota ini melalui tulisan-tulisannya baik esai, cerpen, maupun reportase jurnalistiknya di Sinar Harapan.

Minggu lalu, Pak Gerson kembali menyentil kemacetan Jakarta dalam cerpennya di Kompas Minggu tentang pengacara pikun. Saya tertawa sendiri membaca cerpen kocak yang masih konsisten dengan teori buang beban kapal laut itu. Kalau beban itu tidak dibuang ke laut, maka kapal bernama Jakarta itu akan tenggelam.

"Jakarta harus dikosongkan 50 persen," kata Gerson Poyk lewat mulut salah satu tokoh cerpennya. 

Penduduk DKI Jakarta yang sekarang ini 10 juta harus disisakan menjadi 5 juta saja. Dengan lima juta jiwa orang, Jakarta punya ruang untuk bernapas. Lalu lintas di jalan raya masih bisa lancar meskipun tidak akan selancar Jakarta era 1970-an dan 1980-an.  

Mengosongkan Jakarta berarti menghidupkan ekonomi di semua daerah di tanah air, Sabang sampai Merauke. Orang-orang daerah yang keasyikan cari makan di Jakarta didorong untuk kembali ke kampung halamannya. Bekerja membangun kampung halamannya sendiri.

Mungkinkan itu? "Kenapa tidak?" ucap pria sepuh yang masih suka bertani di kawasan Depok, Jawa Barat ini.

Gerson menegaskan, kebijakan pembangunan di Indonesia salah sejak dulu. Ekonomi, lapangan kerja, hanya tumbuh di kota-kota. Anak-anak desa yang sekolah di kota bekerja di kota, tak akan kembali lagi ke kampung halamannya. Kota-kota diserbu orang desa, urbanisasi, sehingga Jakarta setiap tahun kedatangan penduduk baru.

Menjelang Lebaran, setiap musim mudik massal, seperti ini saya selalu ingat kata-kata Gerson Poyk. Jakarta memang ditinggal 50 persen penduduknya untuk silaturahmi plus berlibur plus pamer kesuksesan di desa. Tapi cuma untuk dua minggu. Setelah itu ramai lagi, macet lagi, overload lagi.

Gerson Poyk sendiri pun lebih memilih bertani di Depok, dekat Jakarta, sembari tetap berkreasi sebagai sastrawan dan budayawan. Kakek yang satu ini tak berani pulang bertani di Sumba, NTT, membangun di kampung halamannya. 

Begitulah. Bicara memang selalu lebih mudah ketimbang melakukannya. 

0 Response to "Jakarta yang Kelebihan Muatan"

Posting Komentar