Siang tadi saya cangkrukan di sebuah warkop di tengah Kota Surabaya. Lima gadis yang rupanya satu geng asyik bicara dengan ponsel masing-masing. Tentang asmara, small talk, hahaha hehehe....
Setelah percakapan telepon berhenti, si gadis memencet nomor baru. Bicara lagi. Teman-temannya pun melakukan hal yang sama. Bicara dengan cowok yang jauh di seberang sana.
Saya asyik membaca koran Jawa Pos sembari menikmati pemandangan yang sudah jamak di masyarakat itu. Lima gadis yang duduk satu meja, berdekatan, itu tidak terlihat omong-omong di antara mereka. Lebih suka sibuk dengan ponselnya sendiri-sendiri.
Saya bayangkan gadis itu bertemu dengan si cowok. Akankah mereka omong-omong, diskusi, tukar pikiran? Saya ragu. Budaya seluler sudah mengubah pola interaksi dan komunikasi antarmanusia modern.
Maka, saya bayangkan si gadis itu, meski nyaris bersentuhan badan dengan teman cowok, akan pencet nomor hape untuk bicara dengan orang jauh. Sang arjuna pun akan melakukan ritual yang sama. Kedekatan fisik tak lagi mendorong komunikasi.
Komponis Slamet Abdul Sjukur beberapa kali membahas fenomena virus ponsel ini dalam pertemuan musik Surabaya di Wisma Melodia. Pak Slamet yang jarang marah ini naik pitam ketika beberapa HP berdering saat konser harpa yang menarik.
Si pemilik ponsel bukannya mematikan HP tapi malah melayani percakapan seluler. Suasana konser pun rusak. Ironis, karena peserta pertemuan dan konser musik sudah membayar tiket acara. Sudah berkorban mengikuti konser harpa yang langka. Tapi, sayang, sebagian orang masih sulit mematikan HP untuk satu dua jam saja.
"Masyarakat kita sekarang ini makin sulit membedakan mana urusan penting dan mana obrolan basa-basi di telepon genggam," kata Slamet Abdul Sjukur.
Dulu, ketika ponsel belum ada, kita selalu mendapat teman baru di perjalanan. Di ruang tunggu bandara kita omong-omong dengan sesama calon penumpang jurusan yang sama. Kini, setelah badan kita dicekoki HP, laptop, tablet, kita tak akan lagi mengenal orang baru.
Mengapa? Karena semua orang asyik dengan gadget sendiri-sendiri. Sibuk bicara dengan orang jauh. Dia merasa tak perlu berkenalan dengan orang yang duduk di sebelahnya.
Begitu gawatnya wabah ponsel ini, saya lihat di gereja-gereja selalu ada baliho besar atau poster larangan menghidupkan HP selama misa atau kebaktian. Anehnya, meski sering dilarang, ada saja jemaat yang nekat bermain-main HP selama misa atau khotbah sang pastor.
"Tidak dapatkah kamu berjaga-jaga satu jam saja?" Ucapan Yesus Kristus ini layak direnungkan oleh manusia modern yang semakin keranjingan piranti komunikasi modern.
Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network
0 Response to "HP mengubah budaya komunikasi"
Posting Komentar