Kulit gelap no problem

blogger templates


Obrolan santai di sebuah kafe di Surabaya itu biasa saja. Mengalir, enteng-entengan. Beberapa orang wanita merapatkan lengan, membandingkan warna kulit. Mana yang bening, gelap, gelap banget.

"Gak usah khawatir, ada whitening kok. Usahakan jangan terkena sinar ultraviolet," kata seorang wanita yang kulitnya bening.

Si kulit gelap tampaknya kurang konfiden dan merasa tidak cakep. Maklum, orang-orang kota di Jawa ini sangat mengidolakan artis atau bintang film kulit bening. Makanya artis blasteran bule paling laris di Indonesia sejak puluhan tahun silam.

Pemain film yang berkulit gelap biasanya jadi pembantu atau figuran semacam kuli atau tukang pukul. Penyanyi-penyanyi pun yang diutamakan berkulit bening. Suara bagus tapi kulit gelap tak dapat tempat di industri musik. "Gak iso didol," kata seorang produser di Jakarta.

Mendengar ocehan orang-orang di kafe Surabaya itu, saya teringat orang-orang di Indonesia timur, khususnya tempat asal saya NTT, khususnya Flores dan Lembata. Mayoritas orang NTT itu berkulit gelap rambut tak lurus.

Apakah orang-orang berkulit gelap ini risau hanya karena warna kulitnya kontras dengan ideal orang Indonesia di Jawa? Sama sekali tidak. Biasa-biasa saja. Dan memang tak pernah dibahas serius maupun santai.

Ketika pulang mudik ke NTT beberapa waktu lalu, saya melihat anak-anak muda masih senang menjemur badan di bawah sinar matahari setelah mandi di laut. Kebiasaan yang juga selalu saya lakukan semasa kecil hampir setiap hari di Lembata. Maklum, rumah saya hanya sekitar seratus meter dari pantai Laut Flores.

Habis jemur, cebur ke laut, menantang gelombang, jemur lagi, cebur lagi, sampai bosan. Tentu saja kulit tubuh yang sudah gelap itu menjadi semakin gelap dan hitam. Rambut pun menjadi kekuningan karena terkena air laut bergaram tinggi.

Toh tidak ada yang menertawakan badan gelap karena memang semua orang berbadan gelap. Biasanya orang NTT mulai sensitif dengan urusan warna kulit ketika hijrah ke Jawa untuk sekolah atau bekerja. Awalnya cuek tapi lama-lama akhirnya sadar bahwa ternyata kulit gelap itu jadi masalah besar bagi sebagian besar orang kota.

Ketika jalan-jalan ke Kuta dan Sanur, Bali, saya melihat begitu banyak orang Barat kulit putih sengaja menjemur tubuh mereka di atas pasir. Sangat dinikmati. Rupanya bule-bule itu ingin kulitnya gelap seperti orang NTT.

"Di Eropa saya jadi pusat perhatian jemaat. Mereka selalu mengagumi warna kulit saya yang gelap," tutur seorang pastor asal Flores yang bertugas di Eropa.

Wow, rupanya rumput tetangga memang selalu lebih hijau. Yang Indonesia ingin memutihkan kulit, sementara yang bule malah ingin menggelapkan kulit.

Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network

0 Response to "Kulit gelap no problem"

Posting Komentar