Masih dalam suasana Idulfitri, ketupat dan opor masih panas, para kandidat sudah tancap gas. Penyampaian visi misi di DPRD Jatim. Kemudian disusul kampanye selama dua minggu di empat zone yang ada.
Dari tiga pasang cagub-cawagub, sudah jelas Soekarwo-Saifullah Yusuf paling siap. Sebagai inkumben, Karsa sudah dikenal calon pemilih yang mencapai 30 juta. Logistik nyaris tak ada masalah. Iklan di media massa sangat gencar sejak lama.
Gubernur Soekarwo dan wakilnya Gus Ipul pun sangat kompak luar dalam. Ketika 94% pasangan kepala daerah di Indonesia pecah, Karsa malah semakin lengket. Bandingkan Fauzi Bowo di Jakarta yang pecah kongsi dengan Prijanto. Wagub DKI Prijanto bahkan mengundurkan diri.
Di Jawa Barat Gubernur Ahmad Heryawan juga pecah dengan wakilnya Dede Yusuf. Keduanya bahkan bertarung dalam pilgub beberapa waktu lalu. Di NTT gubernur dan wagubnya juga pecah, kemudian saling tarung. Di Jawa Timur justru harmonis.
Keharmonisan ini membuat Jatim memborong berbagai penghargaan tingkat nasional. Pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Indonesia. Investasi pun luar biasa. Di bawah kepemimpinan Soekarwo-Gus Ipul banyak persoalan di Jatim bisa diatasi dengan baik.
Karena itu, Karsa kali ini jauh lebih mudah berkampanye ketimbang lima tahun lalu. Ketika calon lain baru berencana, obral janji. Karsa sudah kasih bukti. Tinggal memantapkan saja.
Bambang DH-Said Abdullah yang diusung PDI Perjuangan terlambat start. Hingga enam bulan lalu belum kelihatan siapa yang akan dijagokan PDIP. Bambang sendiri terkejut dijadikan calon gubernur Jatim karena selama ini mantan wali kota Surabaya itu hanya disebut-sebut bakal menjadi cawagub.
Cara kerja PDIP dalam pemilukada memang cenderung mendadak dan mengejutkan. Mirip DKI Jakarta yang mengusung Jokowi di menit-menit terakhir. Bedanya, Jokowi sudah ngetop sejak jadi wali kota Solo, punya karakter wong cilik, punya magnet luar biasa.
Bagaimana dengan Bambang DH? Jelas tidak sekuat Jokowi atau Ganjar Pranowo di Jawa Tengah. Sebelum diusung partainya, Bambang DH adalah wakil wali kota Surabaya.
Rupanya Karsa tahu kelemahan Bambang DH. Apa itu? Pentolan banteng gemuk ini cenderung kurang bisa bekerja sama dengan pasangannya. Beberapa kali Bambang menyatakan keinginannya mundur sebagai wawali Surabaya. Ia kurang harmonis dengan Wali Kota Tri Rismaharini.
Sebelumnya Bambang DH juga kurang mesra dengan wakilnya Arif Afandi. Arif kemudian menantang Bambang DH dalam pemilukada tapi gagal. Sebelumnya lagi Bambang DH juga kurang mesra dengan Cak Narto (alm), wali kota yang kemudian digantikan Bambang di tengah jalan karena sakit berat di Australia.
Khofifah-Herman? Pasangan nomor 4 ini lebih terlambat lagi. Begitu banyak ranjau khususnya dukungan partai yang mendua hingga sengketa ke DKPP. Proses panjang ini jelas membuat Berkah tidak bisa sosialisasi alias soft campaign.
Logistik jelas sangat kurang. Kiai-kiai NU mayoritas berada di belakang calon nomor 1 alias Karsa meskipun Berkah diusung PKB yang basis massanya nahdliyin. Khofifah hanya mengandalkan jaringan Muslimat dan Fatayat.
Tapi Khofifah punya pengalaman bertarung dengan Karsa pada 2008. Khofifah bahkan menang dua kali dalam quick count pilgub Jatim saat itu. Hingga akhirnya mantan menteri era Gus Dur ini kalah dalam pilgub putaran ketiga di Madura.
Bagaimana dengan Eggi Sudjana-M Sihat dari jalur independen? Hehehe.... Paket nomor 2 ini anggap saja sebagai penggembira pesta demokrasi di Jatim. Basis massanya gak jelas, rekam jejak Eggi biasa dan kontroversial, pun tak ada akar kultural di Jatim.
Eggi ini orang Sunda yang ujug-ujug mencalonkan diri dan ternyata memenuhi syarat. Kok gak pasang baliho?
"Duitnya dari mana? Saya tidak punya uang," kata Eggi saat saya hubungi via ponsel.
Eggi-Sihat benar-benar nothing to lose alias paling siap kalah. Kita tunggu saja pertempuran sesungguhnya dua pekan mendatang. Yang jelas, siapa pun gubernurnya, jer basuki mawa beya!
Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network
0 Response to "Pilgub Jatim: Karsa Paling Siap, Eggi-Sihat Cuma Penggembira"
Posting Komentar