Lulus SMA Jaga Konter

blogger templates


Untuk kesekian kalinya saya tertegun membaca pengumuman di depan pintu saat nggowes pagi. Kali ini di depan Wisma Melodia, kursus musik dan pusat penjualan alat-alat musik di Surabaya.

Rupanya dia tengah mencari karyawan baru untuk jaga konter (admin). Syarat utama: lulusan SMA+. Jadi, bukan sekadar SMA thok tapi ada plusnya. Ijazah paling rendah SMA.

Sarjana S1 tentu lebih baik. S2 pasti tidak mau kerja jaga konter, hitung uangnya orang selama 8-9 jam sehari. Menghadapi pembeli yang karakternya macam-macam.

Saya juga biasa ngobrol dengan beberapa OB alias office boy di Surabaya. Semuanya pasti lulusan SMA. Bahkan nilai-nilai mereka bagus. "Ya, terpaksa kerja gini dulu sambil lihat peluang lain," kata si A.
"Siapa sih yang punya cita-cita jadi OB," si B menambahkan.

Karena itu, para OB ini biasanya tidak tahan lama. Bertahan enam bulan saja sudah bagus. Ketika datang ke sebuah kantor top di kota pahlawan, saya pangling karena OB-nya baru semua. Beberapa kenalan saya sudah tak ada lagi.

Gerakan wajib belajar yang digulirkan sejak Orde Baru sudah menghasilkan buahnya berupa ijazah-ijazah sekolah lanjutan sampai sarjana. Di Jawa Timur, khususnya Surabaya, Malang, Sidoarjo, Gresik, tak ada lagi anak usia di bawah 20 yang putus sekolah. Apalagi tidak sekolah.

Sebab pemerintah kota menjamin semua warganya bersekolah sampai SMA atau SMK. Beda banget dengan di NTT yang tidak punya program seperti ini. Di NTT, khususnya Flores Timur, Lembata, Adonara, Solor, Alor, Pantar, pendidikan massal yang tinggi belum begitu dipentingkan.

Wajib belajar SD memang sudah berhasil tapi sebagian murid tidak lulus. Dus, tidak punya ijazah. Buat apa ijazah macam-macam kalau sudah ada lowongan pekerjaan yang menunggu di Malaysia Timur? Orang Flores Timur sudah akrab dengan Sabah, Tawau, Sandakan, Kuching.. jauh sebelum Malaysia merdeka.

"Dulu saya ikut babat alas di Sabah. Sekarang Sabah sangat modern, padahal awal 70an masih hutan kayak desa biasa," kata Ama Kalu, orang Lembata yang tinggal di Malang. Dia punya kebiasaan yang aneh, yaitu rajin terapi urine setiap hari. Terapi air ajaib ini, katanya, membuat dia awet muda, lebih kuat, tidak botak, sehat kembali.

Saya suka dengar cerita tentang Malaysia Timur dan komunitas Flores di sana. Saking banyaknya, orang NTT ini punya semacam kampung dan mengembangkan budaya sendiri kayak di kampung halaman. Seperti mengadakan kontas gabungan atau doa rosario keliling setiap bulan Mei dan Oktober.

Nah, karena tak punya ijazah SD, apalagi SMA, anak-anak muda Flores Timur tidak berani merantau di Jawa. Karena pekerjaan apa pun di Jawa membutuhkan ijazah SMA+. Mungkin hanya tukang kebun atau pembantu rumah tangga saja yang boleh di bawah SMA. Yang pasti, seorang pembantu muda di Ngagel yang saya kenal berijazah SMA.

Saya juga belum sempat survei apakah pekerja-pekerja seks di Dolly atau Sememi juga minimal SMA. Yang jelas, sebuah media terkenal baru saja memuat berita bahwa sebagian besar pelacur itu lulusan SMA. "Yang kurang sekolah itu ya di Jarak itu," kata teman saya yang pernah melakukan survei di kawasan lampu merah itu.

Omong-omong soal SMA, saya selalu terkesan dengan para alumni SMA Sin Chung dan Chung Chung di Surabaya dan SMA Ma Chung di Malang. Mereka sangat sering mengakan temu kangen, bakti sosial, nyanyi Tionghoa, dan sebagainya. Saya pun baru saja ikut acara blusukan Chung Chung alias CHHS di Surabaya.

Luar biasa para alumni sekolah-sekolah Tionghoa yang ditutup Orde Baru pada 1966-67 itu! Hampir semuanya jadi big boss di kotanya masing-masing. Ada yang punya lima pabrik, 6 perusahaan, bahkan puluhan perusahaan. Padahal, sebagian alumni ini tidak punya ijazah SMA karena sekolahnya ditutup ketika mereka baru kelas satu atau dua.

"Bagaimana bisa sekolah, wong sekolah saya tutup. Sementara waktu itu suasananya sangat mencekam, khususnya warga Tionghoa seperti saya," kata pengusaha bermarga Fu kepada saya.

Gara-gara tak punya ijazah SMA inilah dia dijegal teman satu partai ketika menjadi caleg beberapa tahun lalu. Gagal nyaleg, Mr Fu malah makin kaya saja. Showroom-nya makin besar, tiga rumah di sebelahnya dia beli untuk perluasan showroom motor. Sebaliknya, si politikus yang dulu menjegal dia masuk penjara gara-gara korupsi APBD. Keluar penjara ya miskin lagi.

Kok bisa ya lulusan SMA, bahkan protolan SMA, tempo doeloe bisa sebegitu hebatnya di Indonesia? Bisa jadi bos-bos besar dengan ratusan hingga ribuan karyawan? Bos-bos inilah yang kemudian menjadi penyandang dana atau pendiri universitas bagus di berbagai kota. Contoh: alumni SMA Ma Chung bikin Universitas Ma Chung di Malang.

Kok lulusan SMA sekarang, bahkan perguruan tinggi, hanya dicari untuk jaga konter, admin, tukang terima telepon, OB, atau PRT? Iki jenenge wolak walike jaman!
Nuwun.

Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network

0 Response to "Lulus SMA Jaga Konter"

Posting Komentar