Sinden Megan dari Amerika yang Populer

blogger templates


Tadi malam (12 November 2013) Sinden Megan kembali tampil di Surabaya. Jadi salah satu dari lima sinden dalam pertunjukan wayang kulit di halaman DPRD Jawa Timur. Pentas untuk memeriahkan hari jadi Partai Golkar.

Dalangnya Ki Soenarjo, mantan ketua Golkar Jawa Timur yang juga mantan wakil gubernur Jawa Timur. Soenarjo sangat sering ditanggap dan selalu disiarkan langsung di televisi. Dan dagelannya selalu Kirun dan temannya. Unsur hiburan selalu lebih dominan ketimbang wayang purwanya.

Sinden Megan pun sangat sering tampil di Surabaya, khususnya bersama Ki Enthus, yang juga sangat sering ditanggap di Surabaya. Unsur hiburan Ki Enthus pun sangat dominan. Karena itu, sinden bule seperti Megan Collins Donoughu William ini menjadi sangat penting. Sebab, saat ini pakem wayang klasik ala Ki Narto Sabdo sudah tak ada lagi.

Megan sebetulnya bukan sinden baru di tanah air. Sejak 2009, bahkan sebelumnya, dia sudah sering manggung di berbagai kota. Karena sudah belajar intensif musik gamelan dan seni suara Jawa, Megan pun fasih menjadi sinden. Aksen bulenya tak terasa saat nyinden.

Beda dengan ketika bicara bahasa Indonesia. Megan pura-pura tidak mengerti kata-kata Jawa tertentu, kemudian dieksploitasi sedemikian rupa jadi bahan lawakan. Inilah yang selalu dimainkan Ki Enthus, yang kemudian diteruskan Ki Soenarjo.

Sebelum Megan, ada juga sinden asal Amerika Serikat lain yang sangat kondang bernama Elizabeth Karen. Dia intensif belajar tari Jawa, gamelan, nembang, kemudian dinikahi Ki Sholeh di Malang. Sayang, mereka kemudian bercerai. Sinden Elizabeth sudah kembali ke luar negeri. Mungkin dia kecewa dengan masalah rumah tangganya yang berat itu.

Tak hanya sinden Amerika, sinden Hiromi Kano dari Jepang pun sangat populer. Tapi saya lihat penonton lebih heboh ketika yang digojlok di atas panggung itu sinden bule yang montok macam Megan Collins. Digojlok, si Megan ini malah balas menggojlok dengan serangan humor yang lebih tajam lagi.

"Waduh, senjata makan tuan," kata Ki Soenarjo yang lawakan ngeresnya dibalas oleh Megan. 

Penonton pun tertawa terbahak-bahak oleh bule cerdas yang pura-pura tidak paham kata bahasa Jawa yang ngeres itu.

"Pak Dalang, juancuk itu apa? Aku kok belum pernah dengar ya," tanya Megan setelah Ki Enthus menyebut kata seru khas Surabaya itu.

"Juancuk itu sejenis makanan yang rasanya wueenaaaak sekaliiii."

"Oh, ya, juancuk itu makanan enak ya? Kalau begitu, nanti saya akan beli juancuk untuk Pak Dalang. Pak Dalang kan suka makan juancuk!" ujar Megan, putri musisi dan komposer di California ini, polos. Hehehe....

Suatu ketika Megan jadi sinden untuk Ki Purbo Asmoro. Ki Purbo bertanya, "Megan, kamu paling suka sayur apa di Jawa ini?"

"Apa ya? Hmmm... saya suka daun kangkung," jawab Megan.

"Dulu kamu pernah makan kangkung di belakang rumah saya ya? Nah, kangkung itu sudah saya UYUHI," kata Pak Dalang, Penonton tertawa ngakak.

"UYUH itu campuran bumbu yang enak ya Pak Dalang? Kangkung itu ternyata enak sekali," ucap Megan yang heran mengapa penonton tertawa terbahak-bahak. "Wis, wis, wis.... ojo ngomong UYUH maneh," sahut Pak Dalang.

Kelebihan si Megan memang di lawakan rada ngeres seperti ini. Pak dalang senang ngerjain orang bule yang sedang belajar bahasa Jawa dan sudah bisa berbahasa Indonesia.

Gaya sinden Megan agak berbeda dengan Elizabeth Karen. Sinden Elizabeth selalu memposisikan diri sebagai sinden yang fasih bahasa Jawa, bukan bule yang baru belajar bahasa dan nyinden. Maka, ketika berdialog dengan ki dalang, Elizabeth selalu menjawab dengan bahasa yang lebih tinggi dan sulit.

Bagaimanapun juga kehadiran sinden-sinden asing macam Megan, Elizabeth Karen, atau Hiromi patut menjadi bahan introspeksi kita semua. Ketika anak-anak muda kita makin jauh dari seni tradisi, justru orang bule jatuh cinta pada seni budaya kita. Megan dkk malah jauh lebih fasih ketimbang kita sendiri.

Di Amerika Serikat, kata Prof Andrew Weintraub PhD, kepala departemen musik di University of Pittsburgh, sudah banyak universitas yang punya gamelan. Banyak mahasiswa di USA yang tertarik belajar main musik tradisional Jawa atau Bali. Prof Andrew sendiri dosen musik gamelan yang pernah melakukan penelitian khusus di tanah air.

Andrew Weintraub mengatakan kepada saya bahwa bermain gamelan atau nembang itu sebetulnya tidak sulit. Sebab gamelan itu dirancang untuk dimainkan bersama-sama di lingkungan masyarakat tradisional. Bukan musik yang menuntut pengetahuan atau keterampilan tingkat tinggi.

"Latihan beberapa kali saja sudah bisa," katanya di Hotel Majapahit, Surabaya, beberapa waktu lalu. 

Karena itu, tidak heran ada sinden-sinden bule seperti Megan atau Elizabeth. Jadi, persoalannya cuma terletak di minat masyarakat untuk memainkan musik warisan leluhurnya. Kalau ada kemauan untuk belajar, maka siapa pun bisa main gamelan dan nyinden. Orang bule saja bisa, masak orang Jawa sendiri tidak bisa.

Repotnya, anak-anak muda di Jawa justru tidak punya minat belajar nembang atau nyinden. Masih untung ada sinden Megan yang kocak dan sering "menyerang balik" ki dalang dengan sentilan yang cerdas dan tak terduga-duga.

Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network

0 Response to "Sinden Megan dari Amerika yang Populer"

Posting Komentar